Jalan-Jalan ke Jepang 5: Halo, Kyoto!


Mimpilah, tapi jangan lupa bangun
dan wujudkan mimpimu!


Yak, begitulah. Semua berawal dari mimpi, kan? Sejak kapan saya mimpi mau ke Kyoto? Kayaknya sih sejak nonton dan baca komik Samurai X. Entah apa hubungannya, tapi sejak itu saya selalu membatin pengin ke Kyoto kalau suatu hari nanti berkesempatan pergi ke Jepang.

Masalahnya, saya juga mimpi pengin ke USJ, lagi-lagi karena ada Harry Potter world di situ. Jadilah si mimpi ini bentrok. Mau lebih banyak habiskan waktu di mana? Osaka atau Kyoto? Yah, sebenarnya nggak harus bentrok kalau memang punya waktu luang lama. But then again, travelling teach you many things, include knowing your boundaries and what should you do on the next tripPelajaran yang kali ini saya dapatkan: harus spend more time di Kyoto, sama dengan, harus ke Kyoto lagi. Hwahahaha...

Lalu, kenapa Kyoto? Pengetahuan saya tentang Kyoto (dan Jepang secara umum) memang masih cetek. Yang saya tahu, Kyoto menyimpan segudang sisi tradisional Jepang yang masih dipertahankan, seperti lingkungan pemukiman dan juga alamnya. Dan dekat dari USJ di Osaka, hehe.

Saya mengikuti hashtag Kyoto di Instagram dan selalu terpesona pada cantiknya kota ini. Meski banyak wisatawan, tapi keindahannya terlihat unik sekali. Mulai dari Bamboo Grove di Arashiyama, berbagai kuil, pesona Gion dan Higashiyama, dan banyak lagi.


Shinkansen
Sejak awal menyusun itinerary, saya menjadwalkan untuk mengunjungi Kyoto di hari keempat, atau hari Minggu. Jadi, saya sudah siap jika haris beradu bahu dengan banyak orang lain. (Ya salah sendiri, liburannya milih cuma bisa weekend :p). Maka dari itu, kami berangkat pagi-pagi dari Osaka dan naik Shinkansen.

Tapi, dasar nggak bisa bangun pagi, kami baru siap jam 7 pagi dan baru sampai di stasiun Shin-Osaka untuk naik Shinkansen jam 8 lewat.



Tiket Osaka-Kyoto untuk 1 orang



Di dalam Shinkansen


Kami memesan tiket non-reserved seat seharga 1420 yen per orang untuk sekali jalan. Dua kata untuk Shinkansen ini: cepat dan on time! Di stasiun Shin-Osaka dan di Kyoto keretanya cuma berhenti sebentar, jadi nggak bisa foto-foto narsis di depannya deh. Takut ditinggal, hehe.


Fushimi Inari
Begitu sampai di Kyoto Station, kami langsung menuju kereta JR untuk ke Fushimi Inari. Saat masuk ke platform untuk kereta ke Inari, kami masih memasukkan tiket Shinkansen, karena sebenarnya ragu harus masukkan tiket Shinkansen atau scan Icoca. Karena tiketnya keluar lagi, kami kira nggak ada masalah. Tapi, begitu sampai di stasiun Inari dan mau keluar platform, kami scan Icoca dan pintunya nutup dong. Kami lalu diarahkan ke petugas stasiun yang akhirnya memotong saldo Icoca kami secara manual dari komputernya.

Phewww... untung nggak disuruh balik dulu ke Kyoto Station 😁

Fushimi Inari ternyata hanya beberapa langkah saja di depan Inari Station. Begitu keluar stasiun, langsung kelihatan deh gerbang warna merahnya.


kami sampai, Fushimi Inari belum dipenuhi turis. Dan pagi itu, juga ada banyak orang yang sedang sembahyang. Kami pun mulai perjalanan menelusuri ribuan torii berwarna merah yang sangat indah pagi itu. Meski udara dingin, tapi pengalaman ini seru sekali.




Gambar di atas ini adalah rute ribuan torii merah itu. Kami? hanya sampai sepertiganya langsung balik kanan, hehe.

Nah, waktu saya sedang foto "peta" ini, ada orang Jepang yang ngajak ngomong pak suami, dengan bahasa Indonesia! Ternyata, dia pernah tinggal di Bekasi tahun 2000-2006. Hebat banget masih lancar bahasa Indonesia. Dia menyarankan kami untuk banyak makan supaya nggak masuk angin. Dan itu langsung diamini oleh pak suami dengan jajan banyak street food selama di Kyoto 😋.

Kiyomizu Dera
Setelah puas di Fushimi Inari  yang juga mulai dipadati orang, kami melanjutkan perjalanan ke area Higashiyama. Oiya, karena saldo Icoca menipis, kamu isi lagi saldonya masing-masing 1000 yen.

Dari stasiun Inari, kami naik kereta ke Shichijo lalu naik bus. Di sini ada pengalaman berharga lagi nih, karena kami merasa "tertipu" gmaps, hehe. Kami menunggu bus di halte (lupa namanya), dan berdasarkan peta, kami hanya perlu sekitar 3 stops ke arah utara untuk ke Kiyomizu-dera. Ternyata eh ternyata, Kyoto City Bus itu jalurnya melingkar (cmiiw, ya). Jadi yang harusnya hanya 3 halte jadi belasan halte dan mengitari rute busnya, karena bus kami bergerak searah jarum jam.
Tapi tak apa. Hitung-hitung jalan-jalan naik bus keliling Kyoto.

Setelah turun bus, kami masih harus jalan kaki kurang lebih 10 menit. Dan, gmaps tidak menyebutkan apa-apa soal jalan yang menanjak. Haha… capek.

Sesampainya di Kiyomizu dera, semua terbayar lunas. Lihat Kyoto dari atas: cakep!



Karena sejak jalan menanjak dari halte bus tadi, sampai di kuil ini pun banyak banget yang makan es krim matcha, saya juga jadi kepengin. Banyak banget sih yang jual es krim matcha ini di sepanjang jalan tadi, dan harganya pun sama: 350 yen. Kami pun beli satu untuk menemani perjalanan lanjut ke tujuan berikutnya: Yasaka Shrine.

See you on the next post!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nonton Konser BTS! Di Singapore!!

Tiket Pesawat Salah Nama: Jetstar

Jalan-Jalan ke Jepang 2: Dari Bandara ke Airbnb